THE MIRACULOUS JOURNEY OF EDWARD TULANE


Kate DiCamillo
Gramedia Pustaka Utama

“.....kau harus punya kemauan. Kau harus dipenuhi harapan. Kau harus ingin tahu siapa yang akan menyayangimu, siapa yang akan kau sayangi selanjutnya”


Dahulu kala terdapatlah sebuah boneka kelinci porselen bernama Edward Tulane. Edward sangat bangga pada dirinya. Merasa dirinya begitu indah dan berharga, ia senang melihat bayangan dirinya pada kaca. Edward punya alasan mengapa dirinya begitu arogan; ia adalah milik Abilene Tulane. Gadis kecil itu begitu menyayangi Edward layaknya makhluk bernyawa, karena itu Edward benci sekali bila ada yang menganggapnya sebagai boneka.

Hingga tibalah pada hari itu, hari dimana secara tak sengaja Edward terpisah dari tangan Abilene yang selalu memeluknya. Edward hanyalah sebuah boneka, tak bisa begitu saja berjalan pulang pada gadis kecil itu. Maka dimulailah perjalanan Edward Tulane dari dasar laut hingga jalanan kota Memphis. Edward bertemu banyak orang dalam perjalanannya, mereka mengajari Edward tentang rasa kehilangan dan rasa kasih sayang yang selama ini ia remehkan.

Bagaimana akhir perjalanan Edward Tulane? Berakhir disuatu tempat dan memulai kehidupan baru bersama seorang gadis kecil lain yang akan menyayanginya? Atau kembali pada Abilene Tulane, gadis kecil yang dulu pernah memberinya kasih sayang sedemikian dalamnya? Atau justru berakhir dalam keranjang sampah sebagai rongsokan porselen yang telah pecah?

Dongeng ini klasik banget. Gue seneng banget bisa nemu dongeng klasik seperti ini, tidak ada sosok superhero yang dengan segala kekuatannya menyelamatkan dunia dan memenangkan hati orang-orang, tidak ada sosok putri cantik jelita yang hanya duduk diam dalam istana dan..... *menjentikan jari* ... langsung membuat sang pangeran tampan jatuh cinta dan rela melawan naga demi dirinya. Dongeng ini hanya menceritakan sebuah boneka berhati sombong yang belajar bagaimana bentuk kasih sayang yang sebenarnya. Simple tapi justru menyentuh hati gue.

Note: ilustrasinya BAGUS banget!!!! Menambah kesan klasik....

DROP OUT


Arry Risaf Arisandi
GagasMedia

Ada tiga perbuatan bodoh di dunia ini yang balasannya dirasakan seketika, yaitu: mengganggu macan tidur, melawan ibu mertua, dan menghina mahasiswa semester tigabelas


Tahun ini adalah tahun ketujuh Jemi kuliah di jurusan Akuntansi. Prinsipnya: akan terus menuntut ilmu sampe ke liang kubur. Sayangnya, kampus nggak mengijinkan Jemi kuliah sampe mati. Pilihannya hanya dua, lulus tahun ini atau DO alias drop out.

Masalahnya, bukan Jemi nggak mau lulus tapi otaknya nggak nyampe sebesar otak udang kecil sekalipun, a. k. a. IQ Jemi jongkok banget, a. k. a. lagi, begonya setengah hidup!! Maklumlah, dosa keturunan... atau jangan-jangan ini kutukan bokapnya yang dulu mati-matian melarang Jemi kuliah di Bandung tapi nggak berhasil?

Apapun alasan kebodohan yang Jemi idap, mau nggak mau dia harus lulus tahun ini demi bokapnya yang baru di-PHK. Dengan bantuan Leah, cewek cantik bekas seniornya yang udah jadi dosennya sendiri dan Doktor M, dosen nyebelin yang ngejar-ngejar Leah, Jemi matian-matian belajar demi dirinya tidak di-DO.

Novel ini kocak banget deh. Sumpe! Tiap halamannya bikin gue ngakak. Walau sebenarnya kisah hidup si Jemi ini benar-benar menyedihkan sekali. Untungnya disajikan secara komedi, jadi gue nggak gitu merasa bersalah ngetawain kemalangan hidup si Jemi ;p

NAIS TU MIT YU


Dina Mardiana
GagasMedia

‘aku ketemu dia....
Seperti biasa, cool
Tuhan, aku sepertinya jatuh cinta
Bolehkah?’
~Aira~


Menurut Aira, Mozart itu seperti permen pedas, cool sekaligus bikin penasaran. Walau awalnya penasaran gara-gara Amy kenceng banget ngegebet cowok itu, kok sepertinya lama-lama justru Aira yang jatuh cinta ya?

Aira mencoba menenangkan diri, mengingatkan diri sendiri kalo yang naksir Mozart itu Amy, sahabatnya sendiri, bukan dia! Tapi nggak berhasil, Aira benar-benar jatuh cinta! Aira yang ‘cowok’ banget ini sampai nekat membeli lipstick untuk mempercantik dirinya didepan Mozart, tapi sayang nggak berhasil; lipstick yang dicarinya nggak ada, soalnya yang Aira cari itu lipstick rasa makarel, emangnya ada ya lipstick rasa ikan? ;p

Novel remaja, bikin ketawa tapi juga bikin sedih. Gue nggak begitu punya kesan mendalam sih tentang novel ini kecuali agak sebel sama sikap Mozart yang bikin orang ngegantung-gantung. Emang enak digantung?! (duh jadi esmosi deh... ;p). Tapi novel ini seru kok buat dibaca, dikoleksi juga okeh...

Aku & Marley


John Grogan
TransMedia

Setelah tanaman yang John berikan pada Jenny untuk dirawat bersama itu mati, mereka memutuskan untuk memelihara seekor anjing. Tanpa perlu dipikir ulang, pasangan pengantin baru itu membawa pulang seekor anak anjing kecil menggemaskan untuk mereka rawat. Anjing berbulu kuning jenis labrador retriever itu mereka namakan Marley

Dengan cepat Marley tumbuh besar menjadi anjing yang tidak mau diam dan siap menabrak siapa dan apa saja. Kenakalannya hampir tidak bisa ditolerir lagi, menggigiti tembok hingga berlubang, mencuri celana dalam, memakan semua benda yang bisa diraihnya. Akhirnya John dan Jenny memutuskan untuk membawanya ke sekolah kepatuhan. Sayangnya hal tersebut sama sekali tidak membawa hasil, malahan Marley diusir dari sekolah itu.

Dibalik semua kenakalannya itu, kesetiaan Marley pada John dan Jenny patut diacungi jempol. Marley selalu ada disamping mereka berdua, siap berbagi kebahagiaan juga kesedihan. Marley ada saat keduanya bahagia dengan kehamilan pertama Jenny, setia disamping Jenny saat ia bersedih akibat keguguran yang dialaminya. Marley selalu ada dalam setiap moment kehidupan John dan Jenny.

Buku ini menceritakan kisah nyata keluarga Grogan (John dan Jenny) mengenai kehidupannya bersama Marley yang disebut-sebut sebagai anjing terburuk didunia. Kalo gue pribadi sih kurang tahu apa benar kelakuan-kelakuan Marley yang diceritakan itu benar-benar seburuk itu? Mungkin itu karena gue belum pernah melihara anjing kali ya?? Tapi membaca kesetiaan Marley terhadap Grogan bikin gue terharu dan tersenyum lucu dengan kenakalan Marley yang kadang memang nggak kenal tempat itu, tapi kan dia itu hewan, ya nggak?